Pramudya Ananta Noer " Arus balik - bnn

Top Ads

test banner

Breaking

Home Top Ad

Responsive Ads Here

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Selasa, 13 Maret 2018

Pramudya Ananta Noer " Arus balik

Nusantara menjadi saksi bisu, kehebatan kerajaan besar penguasa arus selatan hingga mampu menerjang penguasa kerajaan utara. Majapahit, menjadi kekuatan maritim terbesar pada abad nya (1350 - 1389 M), mengusai hampir seluruh bagian dari negara Indonesia saat ini, hingga Singapura (Tumasik), Malaysia (Malaya), dan beberapa negera ASEAN lainya. Tapi, itu hanya kisah dongeng masa lalu bagi masyarakat desa saat itu. Kerajaan Majapahit sudahlah hancur dalam perang saudara tak berkesudahan, wafatnya sang Mahapatih Gajah Mada menjadi titik awal, kemudian berturut-turut peristiwa menggrogoti kerajaan ini, dan akhirnya lenyap setelah kedatangan agama Islam.
                     Setelah itu Arus pun berbalik, kerajaan-kerajaan yang dahulunya berada dalam kekuasaan Majapahit akhirnya melepaskan diri. Para keturunan bangsawan Majapahit pun lebih memilih berkonsentrasi kepada kekusaaan yang tersisa, termasuk Raja Tuban Wilwatika. Tidak seperti nenek moyangnya, Wilwatika tidaklah berhasrat untuk menguasai atau memperluas kekuasaanya,"Perdamaian jauh lebih berarti buat rakyat, ucapnya. Tapi, hidupnya akan berubah drastis bukan saja bergeraknya arus dari eksternal (kedatangan Portugis) dan internal (munculnya Demak), namun yang lebih penting munculnya sosok Galeng pemuda desa yang muncul dalam hingar bingar arus tersebut.
              Galeng adalah pemuda desa yang memiliki ketangkasan, kecerdasaan, dan keberanian dibandingkan pemuda lain. Kemampuan nya itu pun di tambah selama masih tinggal di desa, dia sering mendengar "ocehan" dari Rama Cluring yang katanya pernah merasakan kehebatan Majapahit. Kemampuan fisik disertai luasnya wawasan, menjadi modal penting Galeng untuk masuk sebagai pemeran dalam arus balik Nusantara saat itu. Hasilnya babak itu di mulai saat Galeng menghadiri kejuaraan di Tuban bersama kekasihnya Idayu. 
                          Kemenengan Galeng sebagai juara dalam kejuaran itu menjadi titik awal pergulatan pemuda desa itu. Munculnya konflik seperti pengkhianatan, kehidupan feodal, munculnya para "penjilat", menambah konflik dalam kerajaan Tuban. Kedatangan Portugis menguasai Kerajaan Malaka menjadi babak awal Galeng sebagai duta Tuban dalam peperangan merebut Malaka, yang di pimpin oleh Adipati Unus (Laksamana Demak), walau akhirnya pasukan Nusantara kalah karena belum bersatunya pasukan kerajaan tersebut.
                      Selain kisah peperangan, dalam novel ini Pram pun mengisahkan bagaimana akulturasi budaya masyarakat Jawa yang dahulunya Hindu-Buddha menjadi Islam. Walau peran Wali Songo tidak terlalu ditonjolkan tapi sosok Muhammad Firman (Pada) menjadi rujukan bagaimana Islam mulai masuk ke masyarakat Jawa. Muncullah drama di sini, bagaimana Firman berperang melawan budaya Hindu -Buddha yang masih kental saat itu. Akhirnya sangat sedikit dari masyrakat jawa pedalaman yang me ameluk agama Islam.
                      Sosok Firman ini menjadi sosok penting karena merupakan Musafir yang langsung diutus oleh Sunan Bonan untuk menyebarkan agama Islam. Namun, setelah wafatnya Adipati Unus dan digantikan Raden Trenggono mengubah arus politik Demak. Arus yang tadinya mengarah ke peperangan terhadap Portugis (Peranggi) berubah setahap demi setahap ke arah perluasan wilayah oleh Raden Trenggono. Hal yang menggugurkan cita-cita Adipati Unus.
                        Pram pun menyungguhkan, bagaimana bangsa-bangsa Nusantara saat itu bisa berkerja sama dengan pasukan Portugal (Peranggi). Mulai dari Kerajaan Blambangan dan para pasukan pemberontak Ki Aji Benggala, membuat kita mengetahui cara para penjajah setahap demi setahap mendapat peluang untuk menaklukan Nusantara. Tapi disini, kemampuan Galeng sebagai tokoh Protagonis akhirnya muncul dan daya karismanya mengalahkan aura Raja Walwatika.
                         Akhirnya peperangan demi peperangan pun bermunculan di tanah Jawa, pulau yang tenang itu berubah menjadi daerah peperangan. Galeng, nantinya menjadi Wiragaleng akhirnya menjadi tokoh yang ditunggu untuk mengusir penjajah, menghentikan peperangan saudara, mempersatukan Nusantara layaknya Gajah Mada. Tapi, seperti kata Pram bahwa Arus saat itu sudah berbalik, apakah Galeng mampu membalikan arus itu seperti dahulu kala? Atau tentu Arus -nya tetap Balik?

                          Novel Arus Balik ini katanya merupakan karya terbaik dari Pramoedya Ananta Toer selain novel-novel ciptaanya. Tapi, kehebatan Pram menyajikan realisme sosial dalam kisah novel tentulah menjadi kekuatanya. Hal inilah yang membuat Pram bahkan bisa dibandingkan (Bahkan lebih) dengan J.K.Rowling (pencipta Harry Potter), Dan Brown (Da Vnci Code, dll). Tapi, diskriminasi terhadap Pram membuat karya-karya nya tidak pernah muncul. Padahal, sajian Novel Pram merupakan "Real" yang terjadi pada masyarakat. Mungkin Pram benar, sekarang Arus telah berbalik....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here

Pages